Kota Malang, Jawa Timur, menyimpan sebuah monumen sejarah penting yang didedikasikan untuk mengenang perjuangan Tentara Rakyat Indonesia (TNI) khususnya Komando Daerah Militer (Kodam) V/Brawijaya dalam mempertahankan kemerdekaan, yaitu Museum Brawijaya. Museum ini resmi dibuka pada Jumat, 15 September 1968, setelah diprakarsai oleh Panglima Komando Daerah Militer VIII/Brawijaya saat itu, Kolonel Infantri Sumadi. Pendiriannya bertujuan mulia, yakni menjadi pusat edukasi sejarah yang otentik bagi generasi muda agar semangat patriotisme para pahlawan tidak pernah padam. Di dalam kompleks Museum Brawijaya, pengunjung akan disuguhkan koleksi benda-benda bersejarah yang sangat spesifik, mulai dari alat utama sistem persenjataan (alutsista) hingga perlengkapan sehari-hari para pejuang kemerdekaan dan veteran. Pengelolaan museum ini secara rutin diawasi oleh Badan Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur untuk memastikan keaslian koleksi tetap terjaga.
Koleksi paling mencolok yang pertama kali menyambut pengunjung adalah gerbong kereta api maut, yang terletak di halaman depan. Gerbong ini merupakan saksi bisu kekejaman tentara Belanda pada 10 Juni 1947, di mana puluhan pejuang dan masyarakat sipil tewas karena kehabisan oksigen saat diangkut dari stasiun Bondowoso menuju Surabaya. Selain itu, terdapat patung Panglima Besar Jenderal Sudirman yang berdiri tegak, simbol kepemimpinan heroik. Di dalam gedung utama, koleksi dibagi menjadi beberapa ruangan, antara lain ruang pertempuran, ruang persenjataan ringan, dan ruang diorama. Terdapat pula duplikat benda pusaka Keris Jempana yang konon dulunya digunakan oleh panglima perang zaman Majapahit, menunjukkan akar sejarah militer di Jawa Timur. Salah satu artefak yang sangat diminati adalah koleksi mata uang kuno dan surat-surat resmi yang digunakan pada masa Agresi Militer Belanda I dan II.
Di samping benda keras, Museum Brawijaya juga menonjolkan kisah-kisah heroik melalui diorama tiga dimensi yang sangat detail. Salah satu diorama menampilkan operasi penumpasan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) Madiun pada September 1948, lengkap dengan seragam TNI yang digunakan kala itu, termasuk jaket dan helm baja dengan nomor registrasi yang dicat ulang sesuai arsip Kodam. Pengunjung dapat menghabiskan waktu setidaknya dua hingga tiga jam untuk mendalami setiap kisah yang disajikan. Menurut data kunjungan yang dihimpun oleh pihak museum pada Januari hingga Maret 2025, tercatat rata-rata 3.500 wisatawan domestik dan 150 wisatawan mancanegara mengunjungi tempat ini setiap bulannya, membuktikan relevansi sejarah yang ditawarkan Museum Brawijaya. Keberadaan museum ini menegaskan bahwa Malang tidak hanya kaya akan wisata alam dan kuliner, tetapi juga sebagai kota dengan warisan perjuangan kemerdekaan yang patut dibanggakan.